Minggu, 02 Juni 2013

BER-HUSNUDZ DZON KEPADA ALLAH YANG SEBENARNYA

Oleh : Rudiyanto. S,Ag

بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَلاَهُ. أَمَّا بَعْدُ

Ber-husnu dzon (berbaik sangka kepada Allah) adalah salah satu ibadah hati yang agung dan tidaklah lengkap keimanan seorang hamba tanpanya. Hal itu disebabkan karena berbaik sangka kepada Allah merupakan bagian dari kensekwensi tauhid yang paling dalam. Berbaik sangka kepada Allah adalah berprasangka yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang akan berpengaruh pada kehidupan seorang mukmin seperti yang diridhoi oleh Allah azza wajalla. Dengan kata lain, seorang hamba ber-husnu dzon manakala ia beranggapan bahwa Allah mengasihinya, memberi jalan keluar dari kesulitan dan kegundahannya. Hal itu ia lakukan dengan tadabbur (merenungi) ayat-ayat dan hadits hadits tentang kemuliaan, pengampunan Allah dan apa-apa yang dijanjikan-Nya bagi orang-orang yang bertauhid.

Beberapa dalil yang menganjurkan husnu dzon kepada Allah

1) عَنْ أَبِى سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَبْلَ وَفَاتِهِ بِثَلاَثٍ يَقُولُ « لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ ».

Dari Abu Sufyan, dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu berkata : tiga hari sebelum meninggalnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, aku mendengar beliau bersabda : “ Janganlah seorang diantara kalian meninggal kecuali dia telah berbaik sangka kepada Allah “ (H.R. Muslim)

2) حديث أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي

Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda : Allah subhanahu wata’ala berfirman : “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Maknanya : Allâh Ta’ala akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allâh Ta’ala. (Lihat kitab Faidhul Qadîr (2/312) dan Tuhfatul Ahwadzi (7/53).

Imam Nawawi dalam syarah Shahih Muslim berkata : “ Para ulama mengatakan : makna husnu dzon kepada Allah adalah yakin bahwa Allah akan merahmatinya dan mengampuninya “. Kemudian dia mengatakan pula : “ al-Qadhi berkata : mengampuninya jika seorang hamba meminta ampun, menerimanya jika seorang hamba bertaubat, mengabulkannya jika seorang hamba memohon, dan mencukupinya jika seorang hamba meminta. Ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah mengharap pengampunan “. (14/210)

Mengapa harus ber-husnu dzon kepada Allah ?
Karena husnu dzon sebagai bentuk respon seruan dari firman Allah ta’ala :

$pkš‰r’¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7ŠÉftGó™$# ¬! ÉAqß™§=Ï9ur #sŒÎ) öNä.$tãyŠ $yJÏ9 öNà6‹ÍŠøtä† ( (#þqßJn=ôã$#ur žcr& ©!$# ãAqçts† šú÷üt/ ÏäöyJø9$# ¾ÏmÎ7ù=s%ur ÿ¼çm¯Rr&ur ÏmøŠs9Î) šcrçŽ|³øtéB ÇËÍÈ

24. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Q.S. al-Anfal 24)
Karena husnu dzon memiliki hubungan yang sangat erat dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah aqidah, diantaranya adalah :
Masalah tawakkal kepada Allah. Al-Imam Ibnu Qoyyim al- Jauziyah Rahimahullah berkata : “ Derajat yang kelima adalah derajat tawakkal yaitu husnu dzon kepada Allah azza wajalla. Maka sebesar itu prasangka baikmu dan pengharapanmu (raja’) kepada Rabb-mu, sebesar itu pula derajat ketawakkalanmu “ (Tahdzib Madarijus Salikin hal 240).
Memohon pertolongan kepada Allah, bergantung dan bersandar hanya kepada Allah.
Takut kepada Allah azza wajalla. Abu Sulaiman ad-Darani Rahimahullah berkata : “ barangsiapa yang ber-husnu dzon kepada Allah kemudian dia tidak takut kepada-Nya, maka dia telah tertipu “. (Husnu dzon billah hal 40)
Karena seorang hamba terkadang mengharap rahmat Allah dan terkadang pula takut akan murka dan siksa Allah. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah berkata : “ Seseorang yang mengharap selamanya akan selalu mengharap dan takut, mengharap keutamaan Rabb-nya, berbaik sangka kepada-Nya “.
Karena terdapat beberapa nash hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang memerintahkan dan menyeru untuk selalu ber-husnu dzon, seperti pada hadits diatas (hadits 1 dan 2). Dan sabdanya pula :

مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ، كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ

“ Barangsiapa yang menginginkan perjumpaan dengan Allah, Allah pun menginginkan perjumpaan dengannya. Dan barangsiapa yang tidak ingin berjumpa dengan Allah, maka Allah pun tidak ingin berjumpa dengannya “. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah R.A)
Karena mengetahui keadaan manusia masa kini ( yang banyak berprasangka buruk kepada Allah ) dengan anggapan bahwa itu sikap ber-husnu dzon kepada Allah. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah Rahimahullah berkata : “ Banyak manusia pada zaman ini bahkan seluruhnya kecuali orang yang dikehendaki oleh Allah, telah berprasangka buruk kepada Allah dengan tanpa hak, sesungguhnya kebanyakan anak Adam meyakini bahwa dia tidak beruntung, seharusnya dia mendapat lebih dari apa yang telah diberi oleh Allah, sehingga lisannya mengatakan : Rabb-ku telah mendhalimiku, telah membatasi hakku. Hal ini dapat disaksikan melalui sikap dalam dirinya sedangkan lisannya mengingkari, dan tidak berani mengatakan dengan terang-terangan “. (Zaadul Ma’ad 3/235)
Karena barangsiapa yang ber-husnu dzon kepada Allah azza wajalla, meyakini kebenaran janji-Nya, kesempurnaan perintah-Nya dan apa yang dikabarkan-Nya tentang pertolongan akan agama-Nya, maka akan semakin bersungguh-sungguh melakukan amalan untuk agama yang mulia ini, dan berdakwah kepada Allah azza wajalla serta berjihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwa.
Karena adanya pengaruh yang positif dalam diri orang mukmin di kehidupan dunianya sebelum matinya. Barangsiapa yang ber-husnu dzon kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya dengan sebenar-benarnya tawakkal, maka Allah akan menjadikan seluruh urusannya mudah dan diberi jalan keluar serta kegembiraan dari kesulitannya. Sehingga hatinya menjadi tenang lapang, jiwanya menjadi senang, ridha dengan ketetapan dan ketentuan Allah, dan senantiasa tunduk kepada Rabb azza wajalla.
Karena husnu dzon kepada Allah mendorong hamba untuk bersegera menuju pengampunan dan Rahmat-Nya. Sehingga seorang hamba selalu siap mengetuk pintu Rabb-Nya mengharap pengampunan-Nya dan bertaubat dari maksiat kepada-Nya. Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda :

إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسْيْءُ النَّهَارِ ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا ” ( رواه مسلم )

“ Sesungguhnya Allah ta’ala membuka tangan-Nya dimalam hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdosa di siang hari, dan membuka tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berdosa di malam hari sampai matahari terbit dari barat “. (H.R. Muslim).
Karena di dalam husnu dzon terdapat keselamatan, keuntungan dengan surga dan mendapat Ridha Allah. Abu Bakar bin Abi ad-Dunya meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata : mereka senang untuk menyebutkan amal baik seorang hamba ketika akan meninggal dunia supaya hamba tersebut berbaik sangka kepada Allah azza wajalla.
Husnu dzon kepada Allah membantu seseorang untuk merenung dan memikirkan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang terkandung dalam makna ibadah dan ikhlas.

Ber-husnu dzon kepada Allah dengan cara melakukan amal sholeh bukan dengan berangan-angan.

Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa jika kita melakukan suatu perbuatan buruk kemudian meminta ampun kepada Allah, maka Allah akan mengampuni kita. Ini sebagai bentuk husnu dzon kita kepada Allah. Sesuai dengan hadits :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – - مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اَللَّهِ وَبِحَمْدِهِ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ, وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ اَلْبَحْرِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

“ Dari Abu Hurairah R.A. berkata : Rasulullah SAW bersabda : barangsiapa yang mengucapkan : Subhanallah wa bihamdihi 100 kali. Maka akan diampuni dosa-dosanya meskipun sebanyak buih di lautan “. (H.R. Mutafaq alaihi)

Dan firman Allah :

* ö@è% y“ÏŠ$t7Ïè»tƒ tûïÏ%©!$# (#qèùuŽó r& #’n?tã öNÎgÅ¡àÿRr& Ÿw (#qäÜuZø)s? `ÏB ÏpuH÷q§‘ «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ãÏÿøótƒ z>qçR—%!$# $·è‹ÏHsd 4 ¼çm¯RÎ) uqèd â‘qàÿtóø9$# ãLìÏm§9$# ÇÎÌÈ

53. Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. az-Zumar 53).

Anggapan seperti ini adalah keliru. Karena husnu dzon kepada Allah refleksinya adalah amalan shaleh hamba itu sendiri. Karena seorang hamba ketika melakukan amalan shaleh, yang mendorong dirinya melakukan amalan shaleh adalah husnu dzon-nya kepada Allah bahwa Ia akan memberi balasan pahala dan menerima dari amalan yang telah dilakukannya. Setiap kali dia ber-husnu dzon kepada Allah, setiap kali pula memotivasi dirinya untuk melakukan amal shaleh. Jika tidak demikian maka ber-husnu dzon kepada Allah dengan mengikuti hawa nafsu dan berangan-angan kepada Allah adalah termasuk sikap lemah yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

“ Orang yang cerdas adalah yang mempersiapkan dirinya dan bekerja untuk hari esok (setelah kematian), dan orang yang lemah adalah yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah (bahwa Allah akan merahmatinya, mengampuninya dll) “. (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Syadad bin Aus R.A.).

As-Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin pernah ditanya : Bagaimana berbaik sangka kepada Allah yang benar. ? maka beliau menjawab : “ husnu dzon kepada Allah adalah seseorang jika melakukan amalan shaleh, dia berbaik sangka kepada Allah bahwasanya Dia akan menerima amalannya. Jika berdoa, akan diterima doanya dan dikabulkan. Jika berdosa kemudian bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat dan kembali kejalan yang benar, akan diterima taubatnya. Jika dicoba oleh Allah dengan beberapa musibah, dia juga akan berbaik sangka kepada Allah bahwa Dia tidaklah menurunkan musibah kecuali didalamnya ada hikmah yang agung. Berbaik sangka kepada Allah atas semua takdirnya kepada seluruh makhluq dan atas syariat-Nya yang dibawa oleh Rasul-Nya SAW bahwa semua itu adalah mengandung kebaikan dan maslahat bagi makluk-Nya. Meskipun sebagian manusia tidaklah mengetahui maslahat dan hikmah yang dikandung dari syariat-Nya, akan tetapi wajib bagi kita untuk menerima ketentuan Allah dan berbaik sangka kepada-Nya “.Wallahu a’lam.